ads

Jokowi Kuliahi Trump dan Permalukan Rizieq: Atasi Terorisme dengan Pendekatan Agama

Feednesia.com - Dalam KTT Arab Islam Amerika Serikat yang digelar di Arab Saudi, Presiden Joko Widodo banyak berbicara soal radikalisme dan terorisme. Sebelum KTT dimulai, dilakukam sesi foto bersama. Dalam sesi foto ini, tampak Raja Salman bin Abdul Aziz Al-Saud, Presiden Amerika Serikat Donald Trump, tampak pula Sultan Brunei Sultan Hassanal Bolkiah, Raja Jordan Raja Abdullah II, Presiden Mesir Abdelfattah Said Al-Sisi, Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani.


Jokowi mengemukakan pidato yang sangat penting. Untuk mengatasi paham terorisme dan radikalisme ada alternatif lain selain menggunakan kekerasan, yaitu dengan pendekatan agama. Ini merupakan satu konsep yang justru tidak pernah terpikirkan sedikitpun oleh kebanyakan orang.

Banyak orang melihat bahwa agama-lah yang melahrkan terorisme dan radikalisme. Namun Pak Dhe tidak melihat hal ini. Justru dengan agama, kita mengenal bagaimana cara menangkal dua hal tersebut. Pak Dhe mengatakan hal ini, sebagai salah satu pecatur ulung atau yang sering kali disebut dengan “maestro”. Maestro catur yang sudah sering mengalami tekanan dari pihak musuh, tentu mensiasati pergerakan yang begitu efektif, untuk menjebak musuh.

Hanya dengan satu konsep yang sederhana, Jokowi di satu sisi memberikan kuliah kepada Trump. Di sisi lain, Pak Dhe sekaligus menampar otak-otak ekstrimis dan radikalisme lokalan. Sebut saja Rizieq, Gatot alias Khaththath, Alfian Tanjung, dan kawan-kawan. Konsep ini tidak jauh-jauh dari sosial dan budaya. Apakah konsep tersebut?


“Pesan-pesan damailah yang harus diperbanyak bukan pesan-pesan kekerasan. Setiap kekerasan akan melahirkan kekerasan baru,” – Joko Widodo

Maka tidak heran Pak Dhe, dengan satu konsep sederhana, dapat menjelaskan permasalahan terorisme dan radikalisme di Amerika dan Indonesia yang memiliki perbedaan yang begitu jauh. Amerika menghadapi terorisme sebagai salah satu kaum minoritas, sedangkan Indonesia menghadapi kasus terorisme yang berada di dalam kaum mayoritas.

Dalam pidatonya, Pak Dhe mengatakan bahwa sejarah mengajarkan kita bahwa kekerasan saja tidak mampu mengatasi terorisme. Lihat saja pemboman Amerika di markas ISIS, apakah itu menyelesaikan permasalahan terorisme? Ya! Namun tidak mengakar. Hal ini tentu menjadi pelajaran yang sangat berharga untuk Presiden Amerika Serikat, Donald Trump untuk lebih baik lagi menghadapi terorisme.

Mungkin Massive Ordnance Air Blast yang disingkat MOAB tidak cukup untuk menghantam terorisme di akar-akarnya. MOAB yang dibuat pelesetan menjadi Mother of All Bomb mungkin kurang besar di dalam memberikan dampak. Pendekatan agama menjadi salah satu jalan keluar, dan rasanya satu-satunya jalan keluar untuk mengatasi permasalahan terorisme.

Jika memang masih memiliki teknologi yang mumpuni, mungkin Amerika bisa membuat Father of All Bomb untuk memberikan dampak yang lebih besar dari Mother. Karena ajaran terorisme yang adalah garis keras tersebut merupakan patrilineal, bisa membuat the FOAB lebih memberikan dampak sampai ke akar-akarnya. Haha tentu tidak demikian. Saya hanya berkelakar.


“Umat Islam adalah korban terbanyak dari konflik dan radikalisme terorisme,” – Joko Widodo.

Pak Dhe Jokowi memberikan prinsip yang sangat jelas, dengan pendekatan agama, dia meyakini terorisme dapat diredam. Selama ini kita melihat bahwa terorisme selalu berakar dari agama. Salah besar! Terorisme itu berakar dari kehausan akan kekuasaan elit-elit politik. Merekalah menggunakan isu agama untuk menebarkan dan mengunci otak-otak para kaum sumbu pendek untuk menjadikan mereka boneka-boneka yang siap berjihad.


Bahkan tidak sedikit orang yang dicekoki paham bahwa mereka akan langsung masuk sorga dan bertemu bidadari, ketika meledakkan dirinya di tengah-tengah kerumunan “kafir”. Mengkofar-kafirkan orang itu adalah dosa yang tentu akan mendapatkan ganjaran yang setimpal! Dalam hal ini, Pak Dhe tidak serta merta membuang konsep kekerasan atau hard power. Pak Dhe hanya menawarkan alternatif soft power untuk menekan terorisme, yakni pendekatan agama dan sosial budaya.

Di kesempatan KTT tersebut, Pak Dhe memperkenalkan NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah yang terus menyatakan Islam yang damai dan toleran. Kemitraan dunia Islam dan Amerika Serikat harus semakin kuat dan justru harus terjalin. Karena dunia Islam dan Amerika Serikat memiliki satu musuh yang sama, yakni terorisme. Maka bodohlah mereka yang menganggap bahwa agama adalah akar dari terorisme.


“Yang lebih penting lagi pertemuan ini harus mampu meningkatkan kerja sama pemberantasan terorisme dan sekaligus mengirimkan pesan perdamaian kepada dunia,” – Joko Widodo

Maka dengan “kuliah” ini, Jokowi mengingatkan Donald Trump untuk lebih bijak di dalam mengambil keputusan. Namun di dalam insting Maestro Caturnya, Jokowi pun menghantam otak Rizieq Shihab dan kroni-kroninya yang seringkali menggunakan isu agama, bahkan berusaha untuk mendompleng pemerintahan resmi.

FPI dan pemimpinnya, dihantam dengan telak, di Arab, oleh Jokowi. Dengan pembubaran HTI, mungkin menjadi titik mula penumpasan bibit-bibit ekstrimisme, radikalisme, dan bahkan terorisme. FPI dan FUI harus siap-siap berbenah diri agar tidak menjadi ormas yang menanamkan bibit terorisme kepada otak-otak para pengikutnya.

Islam yang dipaparkan oleh Pak Dhe Jokowi dalam KTT ini menjelaskan bahwa agamanya tidak pernah menjadi agama yang menekan dan mengancam. Dengan penjelasan yang sangat komprehensif dari Pak Dhe Joko Widodo, rasa-rasanyanya Rizieq harus duduk di bawah kaki Pak Dhe dan sekali lagi belajar Islam Nusantara dari Pak Dhe. Rizieq harus sungkem agar ilmu Islam Pak Dhe dapat tersalurkan dengan baik. (HY Sebastian/Seword)
Loading...